Langsung ke konten utama

REFORMASI SPRITUALITAS (2 RAJA-RAJA 23:1-14)

 

 Reformasi Spritualitas (2 Raja-raja 23:1-14)

1.    Profil Yosia yang Melakukan Pembaharuan (Reformasi).

Saudara-saudara yang terkasih, Yosia diangkat menjadi raja memerintah kerajaan Yehuda (Israel Selatan) pada usia delapan tahun. Sungguh dapat dibayangkan bahwa usianya masih terlalu belia untuk menjadi pemimpin dari sebuah kerajaan. Namun, prestasinya sangat luar biasa. Pada tahun kedelapan dari pemerintahannya (usia 16 tahun), ketika Yosia masih remaja, dia mulai mencari Allah. Empat tahun kemudian (usia 20 tahun) Yosia mulai melakukan pembaharuan (reformasi) di kerajaan Yehuda.  Raja-raja yang memerintah sebelumnya Manasye dan Amon   yaitu kakek dan ayah Yosia adalah yang tidak perduli dengan hal-hal rohani, bahkan terlibat kepada perbuatan menyembah ilah lain. Oleh karena itu,  orang Yehuda sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang mendukakan hati Tuhan. Mereka menyembah berhala pada bukit-bukit pengurbanan dan tugu-tugu berhala. Berhala-berhala pun disembah dalam bentuk patung-patung pahatan dan tuangan. Maka, Yosia memelopori penghapusan ibadat penyembahan berhala ditengah-tengah bangsa itu. Perbuatan ini terhitung sangat berani, karena mayoritas orang menyembah ilah lain tersebut. Keberanian Yosia melakukan pembaharuan tersebut, tentunya berangkat dari pengenalan kepada Tuhan dan kommitmen yang kuat dalam hati.  Pembaharuan itu merupakan ekspresi ketaatannya kepada Allah. Yosia menggunakan jabatannya sebagai seorang raja untuk memberikan pengaruh yang mendatangkan pembaharuan bagi bangsanya. Saudara-saudara, kisah yang terjadi pada Yosia merupakan kisah yang berulang dalam setiap gerakan reformasi yang terjadi dalam sejarah gereja. Gerakan reformasi biasanya dimulai dari kesadaran adanya sesuatu yang salah yang harus diperbaharui. Dari sanalah lahir sebuah komitmen untuk melakukan pembaharuan dengan melawan arus serta melakukan yang benar di hadapan Allah. Inilah yang terjadi pada Yosia. Ia berjuang untuk membawa bangsanya bertobat dan kembali kepada Allah. Walaupun ia harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan kesulitan, Yosia tidak mundur.

2.    Yosia Melakukan Pembaharuan (Reformasi) di Dalam Peribadahan.

Saudara-saudara yang terkasih, Yosia memerintah selama 31 tahun. Yosia melakukan pembaharuan dalam peribadahan, khususnya setelah usia pemerintahannya yang ke-8. Yosia berani tampil beda dari raja-raja sebelumnya, walaupun mereka adalah kakek dan ayahnya. Yosia hadir ditengah situasa keadaan yang penuh dengan kegelapan dan kejahatan. Bangsa Yehuda telah melanggar perjanjian dengan Allah melalui penyembahan berhala, melakukan percabulan, dan praktik duniawi lainnya. Mereka mengaku sebagai umat Perjanjian Allah, tetapi perilaku moralitas mereka yang rusak tidak sesuai dengan pengakuanya itu. Firman Tuhan menjadi barang langka bagi mereka sejak reformasi terakhir yang dilakukan oleh raja Hizkia, 57 tahun silam. Akibatnya, mereka hidup berpusat pada diri mereka sendiri dan tidak memiliki pedoman untuk mengontrol serta mengevaluasi perilaku mereka. Akibatnya mereka hanyut semakin dalam ke dalam dosa-dosa terburuk tanpa menyadari bahwa mereka telah menyakiti hati Allah. Di tengah situasi demikian, Yosia yang masih berusia muda, tidak membiarkan dirinya dipengaruhi dan larut sehingga menjadi sama dengan mereka. Justru sebaliknya, ia menampilkan diri sebagai orang yang berbeda. Ia dilukiskan sebagai seorang raja yang "melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri." (2 Raja 22: 2).  Tanpa rasa takut, Yosia merubuhkan mezbah-mezbah Baal dan pedupaan-pedupaannya. Ia  meremukkan tiang-tiang berhala, segala patung pahatan dan tuangan. Tidak tanggung-tanggung, imam-imam Baal juga dihukum mati dan mayatnya dibakar di atas mezbah-mezbah berhala.  Yosia memerintahkan supaya segala perkakas yang dipakai untuk menyembah Baal, Asyera, segala tentara langit, dan semua perkakas tersebut dibakar (4). Tiang-tiang berhala dari rumah Tuhan juga dibakar, bahkan ditumbuk halus halus sampai menjadi abu, kemudian dicampakkan ke kuburan rakyat (6). Bukit-bukit pengurbanan dirubuhkan dan dinajiskan (8). Mezbah-mezbah yang dibuat oleh raja-raja Yehuda dan Manasye, dirobohkan, diremukkan, dan abunya dicampakkan ke sungai Kidron (12). Begitu pula bukit-bukit pengurbanan yang didirikan oleh Salomo untuk Asytoret, Kamus, dan Milkom, dinajiskan (13).

3.    Yosia Melakukan Pembaharuan (Reformasi)  Birokrasi.

Saudara-saudara, pada tahun kedelapan belas pemerintahannya (pada usia 26 tahun), Yosia mengangkat tiga orang untuk memperbaiki Bait Allah: Safan, Maaseya, dan Yoah. Uang kolekte yang berhasil dikumpulkan dari orang-orang Yahudi digunakan untuk membiayai pekerjaan renovasi Bait Allah. Orang-orang Lewi ditugaskan mengepalai tim kerja merenovasi Bait Allah yang melibatkan banyak tukang dengan segala macam keahlian. 
Raja Yosia melakukan reformasi besar-besaran. Sesudah mengetahui firman Tuhan dari kitab Taurat yang ditemukan imam Hilkia (2 Raja-Raja 22:8), Yosia memanggil tua-tua Yerusalem dan Yehuda beserta seluruh rakyat membuat perjanjian di hadapan Tuhan untuk menaati-Nya dengan segenap hati dan jiwa (23:1-3). Ia tidak hanya menjauhkan berbagai berhala yang menyesatkan (ayat 4, 6, 10-14), tetapi juga orang-orang yang melakukannya (ayat 5, 9). Tak berhenti di sana, ia juga membimbing seluruh kerajaan untuk kembali menjalankan ketetapan Tuhan. Secara sungguh-sungguh, Yosia melakukan reformasi birokrasi dalam pemerintahannya. Sehingga terlihatlah perubahan yang sangat significant (berarti) dalam kerajaan Yehuda. Namun satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa reformasi yang dilakukan Yosia sesungguhnya dimulai dari dirinya sendiri. Yosia dicatat sebagai raja yang berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap kekuatan - tidak seperti raja-raja sebelum dan sesudahnya (ayat 25). Ia sangat mengasihi Tuhan. Teladan yang diperlihatkan Yosia, kiranya menggugah hati kita untuk tetap bersemangat dalam beribadah dan menjadikan ibadah kita berkenan di hadapan Tuhan. Khususnya ditengah-tengah kondisi dimana virus corona telah mengacak-acak kehidupan umat manusia di seluruh dunia ini, semangat ketaatan kepada Tuhan tidak boleh luntur. Kita harus tetap bersemangat dalam beribadah dan mengikut Tuhan. Kita harus memulai sebuah pembaharuan yang baik, pertama-tama melalui diri kita. Sehingga pembaharuan yang baik itu dapat dilihat dan diteladani orang-orang di sekitar kita. Amen.