JIWAKU
HAUS KEPADA ALLAH
Saudara-saudara
yang terkasih,
Terkadang
dalam kehidupan ini, kita bisa saja mengalami masalah atau pergumulan. Selama hidup ditengah-tengah
dunia ini, beragam masalah bisa menimpa
siapa saja. Baik anak kecil sampai kepada orang dewasa. Entah itu orang kaya
atau orang miskin, yang namanya masalah dapat saja muncul. Oleh karena itu,
kita membutuhkan pertolongan.
Namun
persoalannya, disaat-saat kita membutuhkan pertolongan Tuhan, kita merasa Tuhan
jauh dan membisu. Hal ini tentu membuat kita menjadi putus asa. Kita menjadi kehilangan
pengharapan oleh karena sepertinya masalah yang kita hadapi semakin berat.
Pergumulan
seperti itulah, juga yang dirasakan oleh pemazmur dalam Mazmur 42 ini.
Kemungkinan besar pada saat itu, pemazmur dan bangsa Israel sedang dalam
pe
mbuangan di Babel. Mereka tertekan dan ditindas oleh bangsa lain.
mbuangan di Babel. Mereka tertekan dan ditindas oleh bangsa lain.
Hal
inilah yang menyebabkan pemazmur sangat menderita dan mengalami tekanan yang
luar biasa. Sehingga dalam keadaan seperti itu pemazmur merindukan untuk
bertemu dengan Tuhan. Melalui Mazmur 42 ini, ia meratap. Oleh karena itulah
Mazmur 42 ini juga dikenal sebagai mazmur ratapan. Pemazmur merindukan, Tuhan memulihkan keadaan
mereka. Pemazmur merindukan Tuhan mengangkat mereka kembali. Dari bangsa yang
terbuang dan diperbudak menjadi bangsa yang merdeka dan besar kembali.
Dalam
mengungkapkan kerinduannya, tentang kasih dan kemurahan Tuhan, pemazmur
menggambarkan jiwanya seperti seekor rusa yang merindukan air.
Dalam
ayat 2 dikatakan: “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair,
demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah” .
Pemazmur
menggambarkan dirinya dengan seekor rusa yang mengembara di bukit-bukit yang terjal.
Rumput telah menjadi layu dan kering. Sungai sungai juga, oleh karena musim
kemarau telah menjadi kering.
Dalam
kondisi yang demikian, tidak ada kebutuhan lain, selain mendapatkan sungai yang
berair. Ia sadar, tanpa air hidupnya akan berakhir. Itulah pelukisan jiwa yang
dilanda kerinduan untuk bertemu dengan Allah. Pemazmur ingin menggambarkan
bagaimana perasaannya yang betul-betul rindu akan hadirat Tuhan.
Ratapan
kerinduannya akan Allah diungkapkan lebih lanjut dengan berkata “jiwaku
haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup, bilakah aku boleh datang melihat
Allah?” (ayat 3). Kita melihat bagaimana pemazmur melukiskan
kerinduannya dengan pernyataan yang menggugah. “Jiwa pemazmur yang
haus” dibandingkan dengan “Allah yang hidup.”
Saudara-saudara
yang terkasih,
Perkataan “Allah
yang hidup” melukiskan bahwa Allah adalah Pribadi yang hidup, yang
berbeda dengan ilah-ilah lain. Pemazmur sadar, tanpa Allah yang hidup, dirinya
pastinya akan binasa. Dari sini kita terlihat bahwa Allah diyakini sebagai sumber
kehidupan. Pemazmur sangat bergantung kepada Allah.
Saudara-saudara
yang terkasih,
Ditengah-tengah
keadaan seperti itulah ia
bertanya, “Bilakah aku boleh datang melihat Allah?” (ayat 3)
Ini merupakan suatu pertanyaan yang lahir karena kebutuhan yang
sangat mendesak, yang selama ini terpendam karena kerinduan, kini ia berharap
untuk bertemu walaupun hanya sejenak.
Pemazmur
akan puas bila ia diperbolehkan datang melihat Allah atau dengan kata lain
datang menghadap di hadirat Tuhan…di Bait suci dimana Tuhan hadir di
tengah-tengah umatNya.
Dulu,
mereka memang pernah mengabaikan Allah. Mereka tidak peduli kepada Allah.
Mereka tidak menghiraukan firmanNya. Sekarang keadaannya, sepertinya sedang
terbalik, dimana persekutuan dengan Allah adalah sebuah anugerah yang ingin
pemazmur dapatkan.
Karena
itu di ayat ke empat dia berkata: “Air mataku menjadi makananku siang
dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: “Di mana Allahmu?”
(ayat 4)
Saudara-saudara
yang terkasih, pemazmur mengungkapkan “air mataku menjadi makananku
siang dan malam.” Pemazmur menangis siang dan malam. Ia juga diejek dan
dihina orang-orang yang tidak mengenal Allah, mereka berkata: “Di mana
Allahmu?” Pertanyaan ini selalu diajukan orang yang tidak mengenal
Allah seakan-akan mereka ingin berkata mana buktinya kalau Allah yang kamu
percayai itu hidup. Kalau Dia hidup, pastilah Dia bisa membebaskanmu.
Saudara-saudara,
Kita
bisa saja memiliki pengalaman seperti pemazmur. Kita ditanya dan bertanya
“Dimanakah Engkau Allah”.
Kita
merasa ditinggalkan oleh Alah. Kita mengeluh dan meratap, serta mengungkapkan
keluhan-keluhan seperti pemazmur. Tetapi,
marilah kita jangan hanya meratap saja, marilah kita seperti pemazmur yang
tidak hanya meratap, tetapi kemudian bangkit dan berkata pada ayat 5: “Inilah
yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah gulana; bagaimana aku berjalan
maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan
suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang
mengadakan perayaan” (ayat 5).
Saudara
apa maksud dari perkataan pemazmur ini? Ternyata, pemazmur diingatkan kembali
dengan Allah yang bertindak di masa lalu ditengah-tengah mereka.
Pemazmur
tidak hanya terpaku dalam masalah dan persoalannya. Ia kembali menatap Allah
dan mengarahkan hatinya kepadaNya. Ia berusaha bangkit dari perasaan mengasihi
diri sendiri dan kembali percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkannya.
Walaupun
doanya belum terjawab, walaupun permohonannya belum terpenuhi, dan keadaannya
belumlah berubah, tetapi pemazmur sekarang memiliki iman bahwa Allah tetaplah Allah
yang berkuasa. Berkuasa dahulu, sekarang dan selamanya. Karena itulah ia berkata
di ayat kemudian: “Sebab aku akan bersyukur lagi kepadaNya, penolongku
dan Allahku” (ayat 6b).
Pemazmur
percaya akan pertolongan Tuhan. Sehingga inilah yang menyebabkan dia bersukaria
dan bersyukur karena Allah telah bertindak untuk melepaskannya, menjawabnya dan
menyelamatkannya. Bersyukur berarti mengaku percaya kepada Allah dan memberitakanNya kepada orang lain
agar merekapun turut bersukacita dan percaya kepada Tuhan. Oleh
karena itu, apapun yang terjadi, dan bagaimanapun kehidupan kita, marilah kita
tetap mempercayakan hidup kita kepadaNya. Tetap memiliki hati yang haus
bersekutu denganNya. Amin.