MENJADI
PEMIMPIN YANG ADIL DAN JUJUR
( 1
Raja-raja 21:1-16)
1. Profil
Ahab
Ahab menjadi raja adalah menggantikan ayahnya yang bernama
Omri. Ketika ayahnya, Omri berkuasa,
ayahnya dicatat sebagai seorang raja yang jahat dan melakukan hal-hal
yang tidak berkenan di hati Tuhan (1 Raja-raja 16,25).
Omri memerintah atas Israel 12 tahun lamanya.
Kemudian ia meninggal. Yang menggantikan dia selanjutnya adalah Ahab, anaknya.
Ahab memerintah atas Israel 22 tahun lamanya. Tetapi ia juga dicatat sebagai
raja yang banyak melakukan hal-hal yang mendukakan Tuhan. Sebagai seorang raja,
ia banyak dipengaruhi oleh isterinya yang bernama Izebel. Izebel adalah seorang
isteri yang sangat ambisius dan sangat berpengaruh terhadap suaminya. Ia adalah
puteri seorang raja Sidon, yang bernama: Etbaal. Orang Sidon memiliki sembahan berhala bernama Baal. Setelah Izebel menikah
dengan Ahab, Izebel tidak meninggalkan sembahannya tersebut. Ia tetap menyembah
Baal dan mendirikan kuil khusus di Samaria untuk melakukan pemujaan kepada
Baal. Bahkan ia juga berhasil mempengaruhi suaminya, Ahab untuk juga menyembah kepada Baal. Inilah pengaruh buruk yang diperlihatkan oleh
seorang isteri kepada suaminya. Izebel mengakibatkan Ahab menjauh dari Tuhan. Dan
pengaruh buruk lainnya adalah ketika Izebel membuat Ahab jatuh ke dalam
perbuatan membunuh dan merampas dari rakyat yang dia pimpin. Ahab membunuh
Nabot dan merampas kebunnya. Izebel membuat Ahab menjadi seorang raja yang
tidak adil. Raja yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Tapi Ahab
tidak boleh bersembunyi dari tanggung
jawab. Ia tidak boleh melempar kesalahan kepada orang lain. Ia harus
mempertanggung jawabkan perbuatannya sebagai seorang raja. Oleh karena itulah,
melalui Elia Tuhan menegur Ahab. Tuhan mengatakan akan menjatuhkan hukuman
kepada Ahab.
2. Ahab
bertindak tidak adil dan tidak jujur sebagai seorang Pemimpin Israel.
Ahab memiliki istana yang
berbatasan dengan sebuah lahan yang ditanami dengan anggur. Yang empunya lahan
itu bernama Nabot. Melihat keadaan ini, timbullah keinginan Ahab untuk
memperluas areal istananya dengan membeli lahan Nabot. Ia pun menjumpai Nabot
dan menyampaikan keinginannya. Ahab bersedia mengganti lahan Nabot dengan lahan
yang lain atau membayarkan sejumlah uang sebagai pembelian atas lahan tersebut.
Tapi dengan halus Nabot menolak.
Nabot mengatakan ia tidak akan mungkin menjual lahan itu atau mengganti dengan
lahan lain. Alasan Nabot adalah karena lahan itu adalah tanah peninggalan orang
tuanya. Sampai kapan pun Nabot tidak akan menjual tanah peninggalan
orangtuanya.
Mendengar penolakan ini, Ahab
kecewa. Ia tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Ia menjadi uring-uringan
dan tidak selera makan serta susah tidur. Izebel heran melihat perubahan dalam
diri Ahab. Izebel pun bertanya, apa gerangan yang mengakibatkan ia menjadi
seperti itu. Ahab pun terbuka dan mengatakan bahwa ia kesal dan kecewa sebab
Nabot tidak mau menjual lahannya kepadanya.
Mendengar hal ini, Izebel pun
marah. Lalu ia berpikir bagaimana supaya
lahan Nabot dapat berpindah menjadi milik Ahab dan dia. Kemudian muncullah
sebuah rencana jahat untuk melenyapkan Nabot dan merampas lahan miliknya.
Izebel tahu bahwa pengaruh Ahab, sebagai raja sangat kuat. Setiap orang akan
melakukan apa yang diperintahkannya. Untuk itu ia menggunakan pengaruh Ahab
sebagai raja. Bahkan ia membuat surat atas nama Ahab dan memeteraikannya
(memalsukan surat). Dan surat itulah
yang menjadi petaka bagi Nabot. Nabot dituduh menghujat Tuhan dan raja. Nabot
dituduh melakukan perbuatan yang melawan Tuhan dan makar kepada raja. Tuduhan
ini adalah tuduhan yang tidak main-main. Siapa yang terbukti melakukan
perbuatan seperti itu akan diganjar dengan hukuman mati, yaitu dilempari dengan
batu. Untuk menguatkan tuduhannya, dimunculkkanlah saksi-saksi palsu. Rekayasa
Izebel berhasil secara sempurna. Ia berhasil membuat pengadilan memutuskan
sebuah keputusan yang tidak adil. Keputusannya adalah Nabot harus dihukum mati
sebab telah melakukan perbuatan keji di hadapan Tuhan dan perbuatan melawan
raja. Nabot pun dihukum mati. Setelah Nabot dihukum mati, dengan mudah lahannya
berpindah tangan kepada raja Ahab. Tindakan ini adalah tindakan yang memperlihatkan
ketidakadilan dan ketidakjujuran. Nabot dienyahkan, oleh karena perilaku yang
tidak adil dan tidak jujur dari pemimpinnya. Beberapa hal yang membuat Ahab tidak adil dan
tidak jujur adalah: karena tidak takut kepada Tuhan dan membiarkan dirinya
dipengaruhi oleh hal-hal yang jahat. Ia tidak berpikir bagaimana untuk
menyenangkan rakyatnya, tapi adalah bagaimana untuk menyenangkan dirinya. Ia
tidak tampil sebagai pemimpin yang melayani, tapi tampil sebagai pemimpin yang
dilayani. Oleh karena itu, melalui kegagalan Ahab sebagai pemimpin, kita dapat
belajar untuk:
1. Hidup di dalam takut akan
Tuhan dengan tidak meninggalkan penyembahan kepada Tuhan,
2. Hidup menjadi berkat bagi sesama. Tidak hanya
memikirkan kesenangan dan keinginan pribadi, tapi bagaimana untuk menyenangkan Tuhan.