MENYELESAIKAN
PERSOALAN (1 KORINTUS 6,1-8)
Saat ini ada yang disebut
dengan istilah managemen konflik.
Secara sederhana, managemen konflik itu dipahami sebagai upaya untuk menangani
konflik. Bagaimanapun, harus disadari bahwa dalam hubungan interaksi antar satu
manusia dengan manusia lainnya, terkadang muncul konflik. Dengan kata lain,
mustahil kita lepas dari konflik atau masalah. Dalam kaitan inilah, sebaiknya kita tidak lari dari konflik atau
masalah. Tetapi kita harus berusaha
menghadapi masalah tersebut . Sebagai
umat Tuhan, dasar untuk menyelesaikan masalah, bukan pikiran kita, dan juga bukan perasaan
kita. Tetapi yang menjadi dasar dalam menyelesaikan masalah atau konflik adalah
firman Tuhan.
Inilah yang hendak
ditekankan melalui renungan kotbah saat ini. Beberapa hal yang ditekankan dalam
menyelesaikan konflik, seperti perselisihan yang dialami oleh jemaat Korintus
adalah:
1.
ORANG
KRISTEN HARUS DAPAT MENYELESAIKAN PERSOALANNYA SENDIRI.
Ketika ada persoalan
ditengah-tengah kehidupan kita, sesungguhnya secara rohani, umat Tuhan harus menyikapinya sebagai cara
dimana Tuhan sedang membentuk dan mengarahkan. Penderitaan dan kesulitan,
sering sekali diijinkan Tuhan untuk mendewasakan umat Tuhan.
Ketika, di jemaat Korintus
timbul persoalan atau perselisihan, maka ada godaan untuk membawa persoalan
perselisihan tersebut kepada pengadilan dunia. Padahal yang memutus perkara di pengadilan dunia itu
adalah orang-orang yang tidak percaya.
Hal inilah yang dikritik oleh Rasul Paulus dengan perkataan: “tidak tahukah kamu bahwa orang-orang kudus akan menghakimi dunia dan
menghakimi malaikat-malaikat” (ayat 2
dan 3).
Apa yang mau
dinasehatkan oleh Paulus bukanlah hendak
menyatakan bahwa orang Kristen tidak
boleh percaya kepada keputusan
pengadilan dunia. Di dalam Roma 13,1-7 Paulus dengan tegas mengajarkan bahwa
orang Kristen adalah orang yang taat kepada Tuhan dan juga taat sebagai warga
negara. Tapi membawa persoalan kepada pengadilan dunia agar
diputuskan adalah bukti dari kegagalan
orang Kristen menyelesaikan persoalannya.
Jika keputusan untuk memilih sorga dengan memilih dunia, dapat
diputuskan oleh orang Kristen. Jika untuk keputusan memilah hidup sebagai warga
sorgawi dengan meninggalkan hidup duniawi dapat dilakukan. Bahkan jika
mengkotbahkan sorga dan neraka dapat dilakukan. Maka sepatutnya, untuk
persoalan menyangkut perselisihan di dalam persekutuan umat Kristen juga dapat
diselesaikan. Oleh karena itulah,
Paulus bertanya pada ayat 5: Tidak adakah
seorang diantaramu yang berhikmat yang dapat mengurus perkara-perkara dari
saudara-saudaranya? Jika orang Kristen
bersaksi menyembah Tuhan yang maha adil, maka sepatutnya komunitas orang
Kristen juga memperlihatkan dan menerapkan nilai-nilai keadilan. Kegagalan orang Kristen menunjukkan kehidupan
berkeadilan di dalam komunitasnya, akan
menjadi batu sandungan bagi banyak orang. Oleh karena itulah Tuhan Yesus
berfirman: Hendaknya terangmu bercahaya
di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan
bapamu yang di sorga (Matius 5,16).
2.
ORANG
KRISTEN TELAH MENERIMA KASIH DARI TUHAN, DAN DIMINTA UNTUK MENYALURKAN KASIH
ITU.
Sesungguhnya, tidak ada
seorangpun menginginkan timbulnya perselisihan atau pertikaian ditengah-tengah
gereja. Terkadang perselisihan atau pertikaian itu semakin tajam karena
dikaitkan dengan harga diri dan kehormatan. Akibatnya, semua pihak yang
terlibat dalam perselisihan atau pertikaian mencari pembenaran menurut versinya
masing-masing. Dalam keadaan seperti inilah,
kita diingatkan dengan kasih Tuhan yang telah kita terima. Tuhan Yesus
telah memberikan teladan, yaitu rela mengorbankan nyawaNya demi keselamatan
kita. Seharusnya kita menerima ganjaran hukuman
atas dosa dan kesalahan kita. Tetapi oleh karena kemurahanNya, kita
ditebus. Hidup kita diubahkan dan
diperbaharui.
Inilah teladan yang
diberikan oleh Tuhan Yesus. Sebagaimana
Yesus yang mengampuni dosa-dosa kita, demikianlah kiranya umatNya mengampuni
orang lain dan mau menyelesaikan perselisihan dengan kasih. Kasih yang ditunjukkan
oleh Tuhan Yesus adalah kasih yang rela berkorban, bukan kasih yang
memanfaatkan atau manipulatif. Dengan
kasih seperti itulah, umat Tuhan sanggup memberi keadilan untuk setiap
penyelesaian perselisihan atau pertikaian yang ada.
Didalam pemahaman seperti itulah, Paulus menasehatkan
: Mengapa kamu tidak lebih suka menderita
ketidakadilan? Mengapakah kamu tidak lebih suka dirugikan? (ayat 7).
Akhirnya, melalui renungan
ini, kita diajak untuk melihat kesatuan di dalam kesatuan Tubuh Kristus. Dengan
melihat kepada Kristus sebagai kepala, dan saudara-saudara yang lain sebagai
anggota Tubuh Kristus, kita diajak untuk semakin rendah hati, dan dipanggil untuk dapat menyelesaikan
persoalan secara bijaksana, tanpa melibatkan pengadilan dunia ini. Hidup dalam
kerukunan, jauh dari perselisihan dan pertikaian.